Presidential Threshold Dinilai Tidak Relevan Untuk Pilpres 2019
SULUT – Terkait Presidential Threshold (PT) untuk pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2019 mendatang yang sementara digodok oleh DPR RI, Melky Pangemanan, S.IP., MAP, Bakrie fellow dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang aktif di politik dan menjabat sebagai Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Sulawesi Utara memiliki pandangannya sendiri. Rabu, (17/1/2017)
“Ini pendapat saya secara pribadi tentang Presidential Threshold:
- UUD 1945 Pasal 6A menyatakan bahwa Presiden diusung oleh partai atau gabungan partai peserta pemilu. Oleh karena itu semua partai peserta Pemilu 2019 berhak untuk mencalonkan Presiden. Argumentasi hukumnya saya kira sangat jelas bahwa amanat konstitusi kita memberi ruang bagi seluruh partai yang lolos pemilu untuk bisa mengusung calon Presiden. Partai yang bisa mencalonkan Presiden adalah mereka yang dinyatakan lolos verifikasi Kemenkumham dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai partai peserta pemilu. Karena tidak gampang menjadi partai berbadan hukum dan menjadi peserta pemilu. Sehingga perlu dipahami dan dihargai kerja dari partai-partai yang berjuang untuk lolos verifikasi.
- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilpres dan Pileg bersamaan ditahun 2019 merupakan keputusan yang final dan mengikat. Keputusan ini tentunya secara otomatis menyatakan bahwa Presidential Threshold tidak relevan bahkan tidak logis lagi digunakan. Sangat tidak masuk akal kalau hasil Pileg 2014 dijadikan rujukan untuk dipakai pada Pilpres 2019. Jika itu dilakukan maka jelas hal ini sangat inkonstitusional dan melukai semangat demokrasi kita. Bagaimana bisa hasil Pileg yang telah digunakan di Pilpres sebelumnya mau digunakan lagi di Pilpres 2019. Menurut saya kalau hal ini dipaksakan maka kita akan melahirkan Presiden dari proses yang inkonstitusional karena putusan MK menyatakan bahwa Pilpres dan Pileg 2019 serentak. Makna pemilu serentak yang saya pahami adalah tidak bisa menjadikan hasil pemilu sebelumnya menjadi dasar atau rujukan dalam pemilu berikutnya.
- Ketakutan dari sebagian kelompok dan elit politik yang tidak ingin ada banyak calon Presiden atau merasa khawatir untuk berkompetisi. Padahal menurut saya konstitusi kita mengatur penyaringan untuk calon Presiden RI. Pemilu Presiden dengan sistem majority run off dimana pasangan calon harus memperoleh sekurang-kurangnya 50% suara dengan sebaran 2/3 daerah provinsi di Indonesia untuk bisa menjadi pemenang dan kalau misalkan tidak memenuhi syarat tersebut maka akan ada skema putaran kedua yang tentunya tinggal menyisakan dua pasangan calon.
- Penghapusan Presidential Threshold akan memberikan rasa keadilan bagi seluruh partai politik dan tentunya akan memberikan banyak opsi bagi publik untuk menentukan pemimpinnya. Saya memandang bahwa jika Presidential Threshold disepakati oleh mayoritas partai-partai yang saat ini ada di DPR untuk tetap digunakan pada Pilpres 2019, maka hal tersebut merupakan suatu kemunduran dalam semangat pelaksanaan pemilu serentak dan upaya kita memperkuat nilai konstitusi negara Indonesia.
Demikian disampaikan Pangemanan melalui press release kepada media ini.
Sumber: sulutimes.com