24
Feb

Menuju STBM Berkesetaraan Gender dan Inklusif

Ditulis oleh :
Fauzia Firdanisa (Penerima Bakrie Graduate Fellowship Rajaratnam School for International Studies Nanyang Technological University 2017)


Pembangunan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat diharapkan sungguh menyasar seluruh kelompok masyarakat tanpa ada satupun yang tertinggal (No One Left Behind). Namun dalam kenyataannya, masih butuh perjuangan panjang untuk membangun komitmen dari seluruh pihak untuk mengawal harapan tersebut.

Dalam lokakarya nasional yang bertajuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Berkesetaraan Gender dan Inklusif (STBM-GESI) yang digelar Kementerian Kesehatan dan Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) pada 13 November 2018, terungkap berbagai potret pelaksanaan STBM di tingkat akar rumput, sekaligus harapan untuk perbaikan implementasi STBM yang merangkul semua kalangan, terutama yang termarginalkan.

Lima narasumber hadir menyampaikan permasalahan gender dan inklusi social yang dihadapi dalam pelaksanaan STBM di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.  Pimpinan Organisasi Forsani asal NTT, Fina yang juga penyandang disabilitas berkisah tentang sulitnya orang berkursi roda mengakses jamban/ toilet. Memang sudah banyak jamban dibangun, namun sulit diakses kaum penyandang disabilitas.

“Disini perlunya kami dilibatkan sejak awal agar kebutuhan kami dapat diakomodir karena kami yang benar-benar tahu kebutuhan tersebut,” ungkapnya.

Narasumber lainnya, Agnes Jeni, champion perempuan STBM dari Kabupaten Kupang menekankan pentingnya peran serta dan pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan di bidang STBM.  Perempuan dan anak sering kali ditugasi mengambil air untuk keperluan domestik.

“Pengambilan keputusan masih menjadi urusan bapak-bapak. Ketika mau mengambil keputusan, para ibu disuruh ke dapur untuk mengurusi makan bapak-bapak dalam rapat, padahal kami lebih tahu dimana sumber air dan kondisi sanitasi di desa kami,” kisah mama Jeni.

Satu narasumber lain asal Nusa Tenggara Barat, Rudi Purnomo, seorang wirausahawan sanitasi dan penerima AMPL Award 2017 menekankan perlunya social entrepreneurship yang tidak mementingkan keuntungan dalam penyediaan sarana sanitasi. Sebagai pengusaha sanitasi (wusan) yang telah membuat lebih dari 4000 jamban, Pak Pur lebih mendahulukan hati dan komitmen untuk berpihak pada kaum marginal termasuk penyandang disabilitas.

“Kemampuan ilmu konstruksi saya terbatas, tetapi saya selalu mencari cara untuk dapat membantu kaum disabilitas dan lansia mengakses jamban. Ini saya lakukan saat membangun jamban di rumah panggung seorang lansia yang tidak bisa bergerak banyak,” ungkap Purnomo yang mengakui merasa dikuatkan oleh airmata dan ungkapan terimakasih dari orang-orang yang telah dibantunya, namun tidak mampu membayar ongkos pembangunan jamban.

Para pejabat dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PUPR yang hadir menyambut positif masukan dari narasumber ini.

Direktur Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Dr Imran Agus Nurali, Sp.KO menekankan perlunya verifikasi data agar setiap pelaksanaan STBM dapat tepat sasaran, Kementerian juga akan mengupayakan adanya standardisasi terkait STBM, UKS dan Manajemen Kebersihan Sanitasi ditingkat masyarakat dan sekolah.

Bito Wikantoso, Direktur PSD di Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menegaskan juga bahwa kaum perempuan, anak, penyandang disabilitas dan kaum marginal diprioritaskan dalam pengunaan dana desa. Karenanya, mereka harus difasilitasi agar suara mereka didengar dan kebutuhan mereka dimasukkan dalam perencanaan desa.

“Kesehatan lingkungan termasuk kebutuhan kelompok marginal belum disasar dan belum menjadi prioritas para kepala desa. Mereka lebih suka membangun tugu selamat datang,” ujar Pak Dito.

Hal senada juga diungkapkan Dewi, Direktorat PPLP PUPR dimana perempuan dilibatkan sebagai pengawas pembangunann infrastruktur dan program-program sanitasi masyarakat (Sanimas) diarahkan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Prinsip pelaksanaan pembangunan STBM “No One Left Behind” diharapkan menjiwai setiap upaya pencapaian target pembangunan yang mengacu pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang memberikan akses universal kepada semua orang tanpa kecuali.

Credit : Jejaring AMPL

Leave a Reply

You are donating to : Greennature Foundation

How much would you like to donate?
$10 $20 $30
Would you like to make regular donations? I would like to make donation(s)
How many times would you like this to recur? (including this payment) *
Name *
Last Name *
Email *
Phone
Address
Additional Note
paypalstripe
Loading...